Sajikabar – Wendi, seorang bapak setengah baya, sudah tiga tahun belakangan ini menjadikan kolong jembatan Pasar Rumput sebagai rumahnya. Di tengah ramainya Jakarta, dia dan sahabatnya, Amor, setiap hari berjuang mencari makan, menghindari razia petugas, dan berusaha tegar menghadapi pandangan miring orang. Kehidupan keras di bawah jembatan itu bagai gambaran suram tentang kemiskinan yang mengintai di jantung kota.
Rumah di Kolong Jembatan Pasar Rumput
Kolong jembatan yang lokasinya persis di seberang Rusun Pasar Rumput itu sudah menjadi saksi bisu lika-liku hidup Wendi. Di atas sana, mobil dan motor hilir mudik tak kenal henti. Sementara di bawah, Wendi berusaha menjalani hari, mencari rezeki, dan tetap berharap yang terbaik.
Awalnya Bisa Sampai Tinggal di Situ
Sebelum menetap di kolong jembatan, Wendi hidupnya nomaden, tidur di emperan toko atau di pojokan jalan yang sepi. Sampai akhirnya, dia ketemu lagi sama sahabat lamanya, Amor. Amor sendiri sudah duluan tinggal di kolong jembatan itu, lalu mengajak Wendi untuk ikut bergabung. Ajakan itu langsung diterima Wendi, yang sudah capek hidup di jalanan yang keras dan nggak jelas.
“Dulu saya sudah coba macam-macam tempat, tapi cuma di sini saya merasa aman,” kata Wendi, mengingat saat-saat awal dia memutuskan untuk tinggal di kolong jembatan Pasar Rumput. Malah, mertuanya Amor yang pertama kali menawarkan tempat buat berteduh.
Main Kucing-kucingan Sama Satpol PP
Tapi, hidup di kolong jembatan nggak selamanya tenang. Razia Satpol PP selalu jadi mimpi buruk. Setiap saat, mereka harus siap siaga membongkar tempat tinggal seadanya dan kabur biar nggak kena razia. Untungnya, mereka punya informan dari warga sekitar yang sering kasih tahu kalau ada razia.
“Kami selalu hati-hati, soalnya Satpol PP bisa datang kapan aja,” ujar Wendi. Dia bilang, mereka selalu berusaha menjaga kebersihan dan ketertiban supaya nggak mengganggu warga dan memancing kedatangan petugas.
Berkat Informan dari Warga
Informasi soal rencana razia Satpol PP itu sangat berharga buat Wendi dan Amor. Berkat informan dari warga sekitar, mereka bisa buru-buru beres-beres barang dan cari tempat sembunyi sebelum petugas datang. Tapi, nggak semua tunawisma di kolong jembatan lain di Jakarta seberuntung mereka.
“Kalau di jembatan lain, biasanya langsung diusir Satpol PP. Kami untung banget ada yang peduli,” jelas Wendi, sadar betul betapa pentingnya dukungan dari masyarakat sekitar.
Kata Tokoh Masyarakat dan Pemerintah
Keberadaan tunawisma di kolong jembatan Pasar Rumput bukan cuma jadi perhatian warga sekitar, tapi juga pemerintah setempat. Pendataan dan penertiban memang sering dilakukan, tapi masalah ini kayak nggak ada habisnya.
Didata Sama Pak RT
Kata Wendi, pihak RT setempat sudah mendata para pemulung dan tunawisma yang tinggal di kolong jembatan. Malah, ada aturan nggak tertulis yang melarang orang baru untuk tinggal di sana, biar daerah itu nggak kumuh dan rawan kriminalitas.
“Kami sudah didata sama Pak RT. Katanya, nggak boleh ada lagi orang baru yang tinggal di sini,” kata Wendi. Dia menambahkan, aturan itu dibuat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan.
Khawatir Soal Kriminalitas
Salah satu alasan kenapa keberadaan tunawisma di kolong jembatan jadi perhatian adalah karena khawatir soal potensi tindak kriminal. Warga takut kalau kehadiran orang-orang baru di kolong jembatan bisa memicu peredaran narkoba dan gangguan keamanan lainnya.
“Kata warga di sini, daerah ini rawan pemakai narkoba. Makanya, kalau ada orang baru datang, langsung diawasi polisi,” kata Wendi, menggambarkan suasana nggak percaya dan khawatir yang dirasakan warga sekitar.
Tanggapan Ketua RW
Salim, Ketua RW 10 Kelurahan Menteng, mengaku nggak tahu pasti soal keberadaan pemulung yang tinggal di bawah jembatan Pasar Rumput. Dia menduga kalau para tunawisma itu pendatang dari luar kota yang punya KTP Jakarta.
“Mungkin dulu ada kepentingan tertentu sehingga mereka dibuatkan KTP Jakarta. Kebanyakan mereka orang luar, bukan warga Menteng Tenggulun asli,” ujar Salim.
Salim juga bilang, selama dia menjabat sebagai Ketua RW, belum ada pihak dari Dinas Sosial DKI Jakarta yang melakukan penertiban terhadap tunawisma di kolong jembatan. Tapi, dia sering lihat Satpol PP melakukan razia terhadap pengemis dan gelandangan di sekitar situ.
Harapan Buat Masa Depan
Di tengah susahnya hidup, Wendi dan Amor tetap punya harapan untuk masa depan yang lebih baik. Mereka berharap pemerintah bisa kasih solusi yang tepat buat para tunawisma, supaya mereka bisa hidup lebih layak dan bermartabat.
Ditertibkan Satpol PP dan Dinas Sosial
Salim berharap para tunawisma bisa dijaring sama Satpol PP atau dinas sosial. Langkah ini diharapkan bisa kasih tempat tinggal yang lebih layak buat para tunawisma, sekaligus menciptakan lingkungan warga yang bersih dan nyaman.
“Harapannya, mereka bisa ditampung di tempat yang lebih baik. Kasihan juga kalau terus hidup di bawah jembatan,” kata Salim.
Lingkungan yang Bersih dan Nyaman
Wendi juga punya harapan yang sama. Dia pengen kolong jembatan Pasar Rumput nggak lagi jadi tempat tinggal yang kumuh dan nggak layak. Dia berharap pemerintah dan masyarakat bisa kerja sama buat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, nyaman, dan aman buat semua orang.
“Kami juga pengen hidup bersih dan nyaman. Kami nggak pengen mengganggu siapa pun,” pungkas Wendi, menyuarakan harapan sederhana yang mendalam. Kisah Wendi adalah cerminan dari kehidupan di kota besar, di mana masih banyak orang yang berjuang buat bertahan hidup di tengah keterbatasan dan ketidakpastian. Perlu ada upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk memberikan solusi yang berkelanjutan dan mengangkat mereka dari kemiskinan. ***