Okan Kornelius Datangi Bareskrim, Ada Apa dengan Kasus Tanah?
Okan Kornelius Datangi Bareskrim, Ada Apa dengan Kasus Tanah?

Okan Kornelius Datangi Bareskrim, Ada Apa dengan Kasus Tanah?

Sajikabar – Aktor dan presenter Okan Kornelius terlihat hadir di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/7/2025). Kehadirannya bukan untuk syuting atau urusan keartisan, melainkan untuk mendampingi tantenya, Shinta Condro. Mereka datang untuk melaporkan dugaan praktik mafia tanah yang menimpa Shinta di Semarang. Okan dan pengacaranya menyebut kasus ini berlarut-larut dan menemui jalan buntu, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih serius.

Okan Kornelius Dampingi Tante di Bareskrim

Kedatangan Okan di Bareskrim langsung jadi sorotan media. Dengan tenang, tapi tampak serius, ia menemani Shinta Condro saat memberikan keterangan kepada penyidik. Selain Okan, terlihat juga Sri Dharen, pengacara yang mendampingi Shinta. Okan menjelaskan kepada wartawan bahwa kehadirannya adalah bentuk dukungan moral dan bantuan hukum untuk tantenya yang merasa kesulitan menghadapi masalah ini.

“Kasus ini sudah lama dialami Tante, dan kayaknya mentok. Beliau kontak saya minta pendapat dan arahan, karena khawatir salah langkah,” kata Okan di lobi Bareskrim Polri. Ia menambahkan, setelah mendengar cerita dari tantenya, ia merasa terpanggil untuk membantu mencari keadilan. “Saya sendiri kan kurang paham hukumnya, jadi saya hubungi Bang Dharen. Kami saling support untuk cari keadilan,” lanjutnya. Okan berharap, laporan ke Bareskrim ini bisa ditangani secara profesional dan transparan, sehingga keadilan bisa ditegakkan untuk tantenya.

Awal Mula Kasus Mafia Tanah

Kasus dugaan mafia tanah yang dilaporkan Shinta Condro ini bermula dari kepemilikan sebidang tanah seluas 1.200 meter persegi di Jalan Rinjani, Semarang. Menurut pengacara Shinta, tanah itu sudah dimiliki sejak 1986 berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB). Masalahnya muncul ketika ada oknum yang diduga memalsukan akta jual beli (AJB), yang kemudian terbit HGB baru atas nama pihak lain.

“Klien kami punya tanah ini dengan HGB sejak tahun 1986. Tapi, belakangan, ada oknum yang diduga memalsukan AJB, sehingga muncul HGB baru di atas tanah yang sama,” jelas Sri Dharen. Ia menjelaskan bahwa pemalsuan dokumen inilah yang menjadi dasar bagi pihak lain untuk mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Sri Dharen juga menambahkan bahwa pihak Shinta Condro sudah melaporkan kasus pemalsuan ini ke polisi, dan pelakunya sudah diproses hukum dan ditahan.

Penjelasan dari Kuasa Hukum

Sri Dharen melanjutkan, meskipun pelaku pemalsuan sudah dihukum, HGB yang terbit berdasarkan AJB palsu itu masih jadi masalah. “HGB ini cacat hukum. Kami sudah mengirimkan tembusan ke BPR (Bank Perkreditan Rakyat) untuk membatalkan HGB itu, tapi nggak ada tindak lanjut. Selain itu, HGB ini juga sudah kedaluwarsa sejak 2013,” ungkapnya.

Menurut Sri Dharen, masalahnya semakin rumit ketika terjadi pergantian lurah di daerah tersebut. Awalnya, lurah setempat mengakui kepemilikan tanah atas nama Shinta Condro. Namun, setelah lurah berganti, dukungan itu berubah. “Sampai 2018, klien kami masih dapat surat 3 serangkai dari lurah yang mengakui tanah itu milik Ibu Shinta. Tapi, setelah ganti lurah, pas proses gugatan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), lurah yang baru ini malah memberikan surat rekomendasi kepada pihak lawan, yang notabene bukan warga setempat,” jelas Sri Dharen. Ia menambahkan, lurah tersebut sempat mengeluarkan surat pernyataan pada 28 April 2020, tapi mencabutnya 13 hari kemudian dengan alasan “khilaf”.

Laporan ke Polisi dan Dugaan Pemalsuan Dokumen

Merasa tidak mendapat keadilan di tingkat daerah, Shinta Condro, didampingi kuasa hukum dan Okan Kornelius, memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri. Mereka berharap, dengan penanganan di tingkat nasional, kasus ini bisa ditangani lebih profesional dan transparan, serta memberikan kepastian hukum bagi Shinta Condro sebagai pemilik sah tanah tersebut.

“Selain melapor ke Bareskrim, kami juga pernah melapor ke inspektorat wali kota Semarang, tapi nggak ada respons yang signifikan. Makanya, kami memutuskan untuk lapor ke Bareskrim, biar lebih netral dan objektif. Hari ini kami dipanggil untuk diperiksa,” ujar Sri Dharen kepada wartawan.

Laporan yang diajukan Shinta Condro ini diduga melanggar unsur pemalsuan dokumen, sesuai dengan Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen, dengan ancaman hukuman penjara. Pihak kepolisian diharapkan segera menindaklanjuti laporan ini dengan melakukan penyelidikan mendalam dan mengungkap praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat maraknya sengketa tanah yang melibatkan oknum yang memanfaatkan celah hukum untuk keuntungan pribadi. Diharapkan, Bareskrim Polri bisa memberikan contoh penegakan hukum yang tegas dan adil, serta memberikan rasa aman bagi masyarakat yang memiliki hak atas tanah. Proses hukum selanjutnya akan menentukan apakah dugaan praktik mafia tanah ini terbukti dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. ***

Tentang Luthfi Hermawan

Hi readers! Saya Luthfi, jurnalis yang selalu curious dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Menulis berita dan melakukan investigasi adalah passion saya. Mari kita jelajahi dunia informasi bersama!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru