Sajikabar – Praktik kotor pengoplosan beras, yang merugikan negara hingga triliunan rupiah, akhirnya terbongkar! Aksi curang ini ternyata sudah berlangsung bertahun-tahun, memanfaatkan program stabilisasi harga pangan. Pertanyaannya, bagaimana bisa ini terjadi? Siapa saja yang terlibat? Dan yang paling penting, apa dampaknya bagi kita semua?
Terungkapnya Borok Beras Oplosan SPHP
Kabar mengejutkan datang dari Kementerian Pertanian (Kementan). Mereka baru saja membongkar praktik pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Bayangkan, kerugian negara akibat ulah curang ini mencapai angka yang bikin geleng-geleng kepala, diperkirakan mencapai triliunan rupiah dalam lima tahun terakhir! Tak main-main, Satgas Pangan Polri pun ikut turun tangan menyelidiki kasus yang merugikan banyak orang ini. Kasus ini jadi perhatian utama, karena menyangkut kebutuhan pokok dan merusak sistem distribusi pangan yang seharusnya adil dan transparan. Sekarang, investigasi terus berjalan untuk menjerat semua yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
Kerugian Negara Akibat Oplos Beras, Bikin Geleng-Geleng Kepala
Besaran kerugian akibat pengoplosan beras SPHP ini sungguh mencengangkan. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, menyebutkan angka yang fantastis: sekitar Rp 2 triliun per tahun! Artinya, dalam lima tahun terakhir, total kerugian negara mencapai Rp 10 triliun. “Ini kerugian yang sangat besar dan tidak bisa ditoleransi,” tegas Amran. Padahal, negara sudah memberikan subsidi untuk program SPHP, tapi malah dimanfaatkan oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk keuntungan pribadi. Uang subsidi yang seharusnya dinikmati masyarakat kurang mampu, malah diselewengkan. Kerugiannya bukan cuma materi, tapi juga merusak kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan sistem distribusi pangan.
Begini Modus Oplos Beras Menurut Mentan
Modus operandi pengoplosan beras SPHP ini sebenarnya sederhana, tapi ampuh menghasilkan keuntungan besar. Menurut Mentan Amran, dari seluruh beras SPHP yang disalurkan ke toko-toko, hanya 20% yang dipajang sesuai aturan. Sisanya? Sebanyak 80% dibongkar, dioplos dengan beras kualitas lain, lalu dijual dengan harga premium! “Mereka membongkar beras SPHP, mencampurnya dengan beras lain, dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. Ini sangat merugikan,” kata Amran. Dengan menjual beras oplosan sebagai beras premium, para pelaku bisa meraup untung tambahan sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram. Inilah yang jadi daya tarik utama mereka. Mentan Amran menegaskan, pihaknya siap menanggung risiko dalam memberantas praktik ini demi kepentingan masyarakat. “Kami sadar pembongkaran ini akan menimbulkan resistensi, tapi kami siap menghadapinya,” tegasnya.
Beras Oplosan Ditemukan di Mana-Mana, Sampai Minimarket dan Supermarket!
Ironisnya, beras oplosan SPHP ini malah ditemukan beredar di minimarket sampai supermarket terkenal! Ini menunjukkan jaringan distribusinya sudah merambah ritel modern yang seharusnya punya kontrol kualitas ketat. Kementan sudah mengambil sampel beras dari berbagai tempat untuk diuji lebih lanjut. Setelah kasus ini mencuat, beberapa minimarket dilaporkan sudah menarik beras oplosan dari rak-rak penjualan. “Kami mengapresiasi tindakan cepat minimarket yang menarik peredaran beras oplosan. Semoga ini jadi efek jera,” ujar Amran. Keberadaan beras oplosan di ritel modern ini membuktikan pengawasan kualitas beras yang dijual masih lemah dan perlu diperketat. Masyarakat diharapkan lebih teliti saat membeli beras dan melaporkan jika menemukan indikasi beras oplosan.
Kata Bapanas Soal Pengoplosan Beras
Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga ikut angkat bicara soal pengoplosan beras SPHP ini. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan pihaknya sudah melakukan pengecekan dan menemukan praktik pengoplosan untuk mendapatkan keuntungan. Arief menjelaskan, beras impor yang digunakan dalam program SPHP punya persentase butir patah (broken) sebesar 5%. Karena kualitasnya bagus, beras impor ini malah dioplos dengan beras lain demi keuntungan lebih besar. “Beras impor dengan broken 5% itu sebenarnya beras premium. Kalau dioplos, untungnya pasti lebih besar. Ini yang tidak boleh terjadi,” tegas Arief. Bapanas menegaskan, beras SPHP seharusnya dijual dalam kemasan 5 kilogram dan ditempatkan di tempat yang layak. Pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait agar praktik ini tidak terulang.
Kasus pengoplosan beras SPHP ini adalah tamparan keras bagi sistem distribusi pangan kita. Kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah menunjukkan korupsi dan penyalahgunaan wewenang masih marak terjadi. Pemerintah diharapkan bertindak tegas terhadap para pelaku dan memperbaiki sistem pengawasan. Transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan pangan harus ditingkatkan. Selain itu, edukasi ke masyarakat tentang ciri-ciri beras berkualitas dan cara membedakan beras asli dengan beras oplosan juga perlu digencarkan. Dengan begitu, masyarakat bisa menjadi konsumen cerdas yang mampu melindungi diri dari praktik curang para oknum tidak bertanggung jawab. Pemerintah juga perlu mengkaji ulang sistem distribusi pangan, termasuk peran Bulog dan pihak swasta, agar lebih efisien dan efektif dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan. Pemberantasan mafia pangan dan penegakan hukum yang tegas adalah kunci utama untuk mewujudkan sistem pangan yang adil dan berkelanjutan. ***