BRICS, Reinkarnasi Semangat Bandung? Kata Presiden Brasil
BRICS, Reinkarnasi Semangat Bandung? Kata Presiden Brasil

BRICS, Reinkarnasi Semangat Bandung? Kata Presiden Brasil

Sajikabar – Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Brasil, membuat pernyataan yang cukup menarik perhatian saat membuka KTT BRICS ke-17 di Rio de Janeiro, Brasil, Senin (7/7/2025): Ia menyebut BRICS sebagai “reinkarnasi” dari semangat Konferensi Asia-Afrika, atau yang lebih dikenal sebagai Konferensi Bandung. Pernyataan ini disampaikan di tengah momen bersejarah, yaitu kehadiran Indonesia sebagai anggota penuh BRICS untuk pertama kalinya. KTT ini diharapkan menjadi ajang penting untuk membahas isu-isu krusial di tengah situasi multilateralisme global yang memprihatinkan.

BRICS: Penerus Semangat Bandung?

Dalam pidato pembukaannya, Lula menekankan bahwa BRICS – yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan – lebih dari sekadar blok ekonomi. Ia melihatnya sebagai refleksi dari idealisme yang sama dengan Konferensi Bandung pada tahun 1955. “BRICS adalah wujud dari gerakan non-blok Bandung. BRICS menghidupi semangat Bandung,” tegas Lula di hadapan para pemimpin negara anggota, termasuk Presiden Prabowo Subianto.

Konferensi Bandung, yang mempertemukan negara-negara Asia dan Afrika yang baru saja merdeka, punya tujuan mulia: memajukan kerjasama ekonomi dan kebudayaan, serta melawan kolonialisme dan imperialisme. Semangat Bandung juga menjunjung tinggi prinsip non-intervensi dan penyelesaian konflik secara damai. Lula percaya bahwa BRICS, dengan keberagaman anggotanya, punya potensi besar untuk melanjutkan perjuangan tersebut di era modern.

“Semangat Bandung itu tentang solidaritas, kemandirian, dan hak untuk menentukan nasib sendiri,” ujar Dr. Retno Marsudi, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, menanggapi pernyataan Lula. “BRICS, dengan fokusnya pada pembangunan ekonomi dan kerjasama Selatan-Selatan, bisa jadi platform penting untuk mewujudkan cita-cita itu.”

Lula juga menegaskan bahwa BRICS tidak bermaksud menggantikan organisasi multilateral yang sudah ada, seperti PBB. Justru sebaliknya, BRICS ingin melengkapi dan memperkuat sistem multilateral yang ada, memberikan suara yang lebih lantang bagi negara-negara berkembang.

Krisis Multilateralisme: Ancaman Nyata

Namun, di balik optimisme tentang peran BRICS, Lula tak menampik tantangan besar yang sedang dihadapi dunia: krisis multilateralisme. “Tanggal 26 Juni lalu, PBB genap berusia 80 tahun, tapi ironisnya kita malah menyaksikan keruntuhan multilateralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkapnya dengan nada khawatir.

Menurut Lula, krisis ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk meningkatnya ketegangan geopolitik, menurunnya kepercayaan pada lembaga-lembaga internasional, dan kegagalan dalam mengatasi masalah global seperti perubahan iklim, pandemi, dan ketidaksetaraan ekonomi. Situasi ini diperburuk oleh munculnya kekuatan-kekuatan proteksionis yang enggan bekerja sama dalam kerangka multilateral.

“Kita perlu menghidupkan kembali multilateralisme dengan membuatnya lebih inklusif, responsif, dan efektif,” kata Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Dr. Yose Rizal Damuri. “BRICS bisa memainkan peran penting dalam mendorong reformasi sistem multilateral dan memastikan suara negara-negara berkembang didengar.”

Data dari Bank Dunia menunjukkan kesenjangan pendapatan antara negara maju dan berkembang terus melebar dalam beberapa dekade terakhir. Sementara itu, laporan terbaru dari IPCC mengindikasikan dampak perubahan iklim akan semakin parah di masa depan, terutama di negara-negara berkembang. Fakta-fakta ini semakin memperkuat argumen bahwa sistem multilateral yang ada belum mampu mengatasi tantangan global yang mendesak.

Indonesia: Kekuatan Baru di BRICS

Dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS, ada harapan besar bahwa negara ini dapat berperan lebih signifikan dalam membentuk tatanan dunia yang lebih adil dan inklusif. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia punya potensi untuk menjadi jembatan antara negara-negara BRICS dan negara-negara berkembang lainnya.

“Indonesia akan aktif berkontribusi dalam agenda BRICS, terutama di bidang ekonomi, keuangan, dan pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers setelah KTT BRICS. “Kami akan mendorong kerjasama yang saling menguntungkan dan berorientasi pada hasil.”

Salah satu fokus utama Indonesia di BRICS adalah mempromosikan investasi dan perdagangan intra-BRICS, serta memperkuat kerjasama dalam pengembangan infrastruktur dan energi terbarukan. Indonesia juga akan mendorong BRICS untuk lebih aktif dalam mengatasi masalah-masalah global seperti perubahan iklim, terorisme, dan kejahatan transnasional.

“Indonesia punya pengalaman yang kaya dalam membangun konsensus dan menjembatani perbedaan,” kata Prof. Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia. “Kami bisa membantu BRICS untuk mengatasi tantangan internal dan eksternal, serta memainkan peran yang lebih konstruktif di kancah internasional.”

Kehadiran Indonesia di BRICS diharapkan dapat memberikan perspektif baru dalam perdebatan tentang masa depan tatanan dunia. Dengan komitmennya terhadap prinsip-prinsip multilateralisme, demokrasi, dan pembangunan berkelanjutan, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan penyeimbang dan pendorong perubahan positif di BRICS. KTT BRICS ke-17 di Rio de Janeiro menandai awal dari babak baru dalam keterlibatan Indonesia dalam forum internasional yang semakin penting ini. ***

Tentang Melani Ardina

Perkenalkan, saya seorang wartawan yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik. Saya percaya bahwa informasi yang benar dan tepat waktu adalah hak setiap orang. Yuk, ikuti tulisan saya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru