Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ, Sepi Pembeli, Modal pun Hilang?
Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ, Sepi Pembeli, Modal pun Hilang?

Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ, Sepi Pembeli, Modal pun Hilang?

Sajikabar – Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2024 di JIExpo Kemayoran seharusnya jadi pesta rakyat. Tapi, di balik gegap gempita, ada cerita pilu dari para pedagang kerak telor. Dagangan sepi, omzet terjun bebas, bahkan untuk balik modal saja banyak yang ketar-ketir. Ironis, ya? Kuliner Betawi yang seharusnya jadi bintang di PRJ, justru meredup.

Kerak Telor di PRJ: Nasibmu Kini…

Dulu, aroma kerak telor itu ikonik banget di PRJ. Gurih, manis, proses masaknya unik, bikin orang rela antre. Sekarang? Lapak-lapak kerak telor banyak yang melompong. Gak seramai dulu. Muncul pertanyaan besar: apakah si “primadona” ini mulai kehilangan pamor? Faktor ekonomi, persaingan bisnis yang makin sengit, sampai selera masyarakat yang berubah, disinyalir jadi biang keladinya.

Curhat Pedagang: Harapan Tinggal Kenangan?

Wajah-wajah lesu para pedagang kerak telor, saksi bisu PRJ dari tahun ke tahun, gak bisa bohong. Harapan meraup untung besar kini sirna, diganti kecemasan. Modal yang sudah dikeluarkan terasa percuma. Waktu PRJ semakin menipis. Mereka pun berbagi kisah pahit tentang bagaimana susahnya mempertahankan tradisi di tengah sepinya pembeli.

Saipuloh: Dulu di Dalam, Sekarang di Pinggir Jalan

Saipuloh, yang sudah jualan kerak telor di PRJ sejak era 90-an, merasakan betul bedanya dulu dan sekarang. Dulu, ia punya lapak di dalam area PRJ. Tapi sejak 1997, ia memilih berjualan di pinggir jalan, dekat pintu masuk kendaraan (Gate 1). “Dulu itu tempatnya terbatas, yang daftar banyak. Jadi saya pilih di luar saja,” katanya. Dulu, lanjutnya, PRJ jadi sumber penghasilan utama. “Dulu bisa dapat omzet sampai Rp 30 juta selama PRJ. Sekarang, jauh berbeda,” keluhnya. Tahun ini, omzetnya jauh dari target. Untuk sekadar menutup modal pun terasa berat. “Tahun kemarin masih lumayan, masih dapat Rp 20 juta. Sekarang, belum balik modal,” ungkapnya dengan nada lesu.

Ifan: Tiket Mahal, Saingan Banyak

Lain lagi cerita Ifan, pedagang kerak telor yang sudah enam tahun berjualan di dalam area PRJ (dekat Gate G). Ia menyoroti persaingan yang makin ketat dan harga tiket masuk PRJ yang mahal sebagai penyebab utama penurunan omzet. “Tahun ini lebih sepi dari tahun kemarin. Pengunjung memang banyak, tapi yang beli kerak telor tidak sebanyak dulu,” jelasnya. Padahal, dulu ia pernah mengantongi omzet sampai Rp 50 juta selama PRJ sebulan penuh. “Tapi tahun ini, sampai sekarang saja masih jauh dari target. Pedagang kerak telor semakin banyak, tiket masuk PRJ juga mahal. Itu yang bikin omzet turun,” imbuhnya. Durasi PRJ yang lebih singkat juga berpengaruh. “Dulu satu bulan penuh, sekarang cuma 25 hari. Itu juga berpengaruh,” katanya.

Kenapa Kerak Telor Sepi Peminat?

Dari cerita para pedagang dan pengamatan di lapangan, ada beberapa faktor yang jadi penyebabnya:

* Persaingan Ketat: Makin banyak pedagang kerak telor, makin sengit persaingannya. Pembeli punya banyak pilihan.
* Harga Tiket Mahal: Tiket masuk PRJ yang dianggap mahal bikin orang mikir dua kali untuk datang. Apalagi kalau bawa keluarga.
* Durasi Lebih Singkat: Waktu PRJ yang lebih pendek membatasi waktu pedagang untuk berjualan dan menjaring pembeli.
* Tren Kuliner Berubah: Generasi muda sekarang lebih terbuka dengan berbagai jenis kuliner modern dan internasional. Kerak telor, yang dianggap tradisional, jadi kurang diminati.
* Kurang Inovasi: Sebagian pedagang dinilai kurang berinovasi. Kerak telor jadi kurang menarik dibandingkan kuliner lain yang lebih kekinian.

Pengamat ekonomi, Dr. Amanda Putri, menambahkan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat inflasi juga berpengaruh. “Kenaikan harga kebutuhan pokok membuat masyarakat lebih selektif. Kuliner seperti kerak telor, yang bukan kebutuhan pokok, jadi pilihan kesekian,” ujarnya.

Sayangnya, pihak penyelenggara PRJ belum memberikan tanggapan resmi. Semoga saja ada evaluasi dan solusi konkret agar tradisi kuliner Betawi ini tetap lestari dan jadi daya tarik utama di PRJ tahun-tahun mendatang. Para pedagang berharap ada dukungan dari pemerintah dan pihak terkait, seperti pelatihan, bantuan modal, atau promosi yang lebih gencar. Biar kerak telor tetap eksis dan dicintai masyarakat. Intinya, perlu ada revitalisasi dan inovasi biar kerak telor tetap relevan di era sekarang ini. ***

Tentang Indra Permadi

Salam kenal! Saya sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia keuangan. Melalui tulisan-tulisan saya, saya ingin membantu teman-teman semua untuk lebih melek finansial dan bijak berinvestasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru