Sajikabar – Kabar duka menyelimuti keluarga Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meregang nyawa saat mendaki Gunung Rinjani. Jenazahnya sudah tiba di Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (1/7/2025) malam, tapi cerita belum selesai sampai di situ. Keluarga Juliana mengambil langkah berani: meminta autopsi ulang. Mereka berharap bisa mendapatkan jawaban yang lebih jelas soal penyebab kematian Juliana, yang bagi mereka masih menyimpan banyak tanda tanya.
Harapan Baru di Balik Autopsi Ulang
Pesawat Angkatan Udara Brasil yang membawa Juliana mendarat di Pangkalan Udara Galeão, Rio de Janeiro, sekitar pukul 19.40 waktu setempat. Suasana haru terasa saat jenazah dipindahkan dan langsung dibawa ke Institut Medis Forensik Afrânio Peixoto (IML) di pusat kota. Autopsi ulang direncanakan Rabu (2/7/2025) pagi. Langkah ini disetujui oleh Kantor Jaksa Agung, Kantor Pembela Umum, dan pemerintah negara bagian Rio de Janeiro. Perwakilan keluarga dan ahli dari Kepolisian Federal juga akan hadir selama proses tersebut, setelah disetujui Pengadilan Federal.
“Kami sangat berharap autopsi ulang ini bisa memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Juliana,” ujar seorang perwakilan keluarga dengan nada penuh harap.
Kenapa Harus Autopsi Ulang?
Keputusan keluarga untuk meminta autopsi ulang bukan tanpa alasan. Mereka merasa ada beberapa hal yang belum terjawab oleh pihak berwenang di Indonesia. Keluarga ingin mendapatkan klarifikasi lebih detail tentang kronologi kejadian, waktu kematian, dan akurasi hasil autopsi pertama.
“Ada beberapa hal yang masih membuat kami bertanya-tanya. Kami hanya ingin memastikan semuanya sudah diperiksa dengan benar,” ungkap seorang kerabat dekat Juliana.
Waktu Kematian yang Janggal
Salah satu hal yang paling membingungkan keluarga adalah informasi tentang waktu kematian Juliana. Surat keterangan kematian dari Kedutaan Besar Brasil di Jakarta dinilai kurang detail dan tidak memberikan informasi pasti kapan Juliana menghembuskan nafas terakhir. Ketidakjelasan ini memicu spekulasi dan membuat keluarga merasa perlu mencari jawaban pasti melalui autopsi ulang.
“Waktu kematian itu penting sekali. Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana,” tegas perwakilan keluarga.
Kualitas Autopsi di Indonesia Diragukan
Ayah Juliana, Manoel Marins, bahkan secara terbuka mengungkapkan keraguannya terhadap fasilitas dan sumber daya rumah sakit di Indonesia yang melakukan autopsi pertama. Ia khawatir standar kesehatan di beberapa daerah di Indonesia mungkin berbeda dengan yang diharapkan.
“Saya khawatir apakah autopsi pertama dilakukan dengan benar. Saya tidak yakin rumah sakit di sana punya semua yang dibutuhkan,” kata Manoel dalam wawancara dengan stasiun TV lokal, RJ2.
Polisi Federal Brasil Turun Tangan
Menanggapi permintaan keluarga, Kantor Pembela Umum (DPU) sudah mengirim surat resmi ke Kepolisian Federal Brasil, meminta penyelidikan menyeluruh atas kasus ini. DPU percaya bahwa penyelidikan ini penting untuk mengungkap semua fakta yang mungkin belum terungkap, dan memastikan tidak ada yang terlewat atau diabaikan.
“Kami yakin Kepolisian Federal punya kemampuan untuk melakukan investigasi yang komprehensif dan profesional,” kata perwakilan DPU.
Apa Kata Hasil Autopsi Pertama?
Sebelumnya, autopsi pertama pada jenazah Juliana dilakukan di sebuah rumah sakit di Bali setelah dievakuasi dari Gunung Rinjani. Hasilnya menunjukkan bahwa Juliana meninggal karena banyak patah tulang dan luka dalam yang parah. Autopsi juga menyimpulkan bahwa Juliana tidak mengalami hipotermia dan diperkirakan hanya bertahan hidup kurang dari 20 menit setelah mengalami trauma.
“Buktinya menunjukkan kematiannya hampir seketika. Kenapa? Karena lukanya sangat luas, banyak patah tulang, luka dalam – hampir di seluruh tubuh, termasuk organ dalam di toraks… kurang dari 20 menit,” jelas dokter forensik Ida Bagus Putu Alit dalam jumpa pers di Rumah Sakit Bali Mandara.
Meski begitu, hasil autopsi pertama ini masih menyisakan beberapa pertanyaan, terutama soal kronologi kejadian dan faktor lain yang mungkin berkontribusi pada kematian Juliana. Autopsi ulang di Brasil diharapkan bisa memberikan jawaban dan kepastian bagi keluarga. Kasus ini menjadi perhatian publik di Brasil, yang ikut menantikan terungkapnya misteri kematian pendaki muda di Gunung Rinjani. ***