Sajikabar – Saat ini, dua varian COVID-19, Stratus dan Nimbus, sedang menjadi perhatian. Apa saja sih bedanya? Mari kita bedah perbedaan gejala yang ditimbulkan oleh kedua varian ini berdasarkan informasi terkini dari para ahli dan organisasi kesehatan. Kedua varian ini punya karakteristik yang berbeda, mulai dari cara penyebarannya, gejala yang muncul, sampai potensi dampaknya pada kesehatan kita.
Varian COVID-19 Stratus: Mungkinkah Kebal Imun?
Penyebaran dan Ciri-ciri Varian Stratus
Varian Stratus, mutasi baru dari virus COVID-19, lagi jadi perbincangan hangat di seluruh dunia, khususnya di Inggris Raya. Para ahli kesehatan khawatir varian ini punya potensi kebal terhadap imunitas yang sudah terbentuk, entah itu dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya. Makanya, kemunculan varian Stratus ini bikin kita semua harus lebih waspada dan meningkatkan pemantauan.
Varian Stratus ini terbagi lagi jadi dua sub-varian utama, yaitu XFG dan XFG.3. Data dari Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) menunjukkan kalau XFG.3 adalah sub-varian yang paling banyak ditemukan dan menyumbang proporsi kasus yang lebih besar. Totalnya, XFG dan XFG.3 bertanggung jawab atas sekitar 30 persen dari seluruh kasus COVID-19 yang terdeteksi di Inggris.
“Memang wajar kalau virus itu bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr. Amelia Hartono, seorang ahli virologi dari Universitas Indonesia. “Kita harus terus memantau bagaimana virus ini berkembang dan memahami dampaknya terhadap efektivitas vaksin dan pengobatan yang ada.”
Kata WHO Soal Varian Stratus
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memberikan perhatian khusus pada varian Stratus. Dalam laporan yang dirilis tanggal 22 Juni, varian Stratus menyumbang 22,7 persen dari kasus COVID-19 di seluruh dunia. WHO sudah menetapkan Stratus sebagai “varian yang dalam pengawasan” (variant under monitoring), artinya mereka aktif melacak penyebarannya dan mengevaluasi potensi risikonya terhadap kesehatan global.
Meski begitu, WHO bilang bukti yang ada saat ini menunjukkan risiko rendah terhadap kesehatan masyarakat global. Jadi, setidaknya untuk sekarang, varian Stratus sepertinya tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian COVID-19 lainnya. Tapi, tetap saja kita harus waspada karena virus ini terus bermutasi.
“Penetapan ‘varian dalam pengawasan’ oleh WHO itu langkah yang tepat untuk memastikan kita punya data yang cukup untuk mengambil keputusan yang tepat,” kata Dr. Bambang Susilo, seorang epidemiolog dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. “Kita perlu memahami karakteristik varian ini secara menyeluruh, termasuk seberapa cepat dia menular, seberapa parah penyakit yang ditimbulkannya, dan dampaknya terhadap efektivitas vaksin.”
Bedanya Gejala: Varian Stratus vs. Varian Nimbus
Di tengah banyaknya varian COVID-19 yang beredar, penting banget buat kita memahami perbedaan gejalanya. Ini kunci untuk deteksi dini dan penanganan yang tepat. Varian Stratus dan Nimbus, meskipun sama-sama varian COVID-19, punya perbedaan yang cukup signifikan dalam gejala yang muncul.
Gejala Khas Varian Nimbus: Sakit Tenggorokan yang Bikin Merinding
Beberapa waktu lalu, varian Nimbus sempat bikin heboh karena gejala sakit tenggorokan parah yang dilaporkan banyak pasien. Rasa sakitnya bukan main, banyak yang bilang “seperti disayat pisau,” beda banget sama sakit tenggorokan biasa karena infeksi pernapasan lainnya. Gejala ini seringkali bikin susah nelan dan sangat tidak nyaman.
Dr. Citra Dewi, seorang dokter umum di Jakarta, menjelaskan, “Kami menerima banyak laporan pasien yang mengeluhkan sakit tenggorokan yang sangat parah. Penting untuk membedakan gejala ini dari gejala COVID-19 lainnya karena bisa mempengaruhi cara pengobatannya.”
Gejala Khas Varian Stratus: Suara Serak dan Gejala Umum Lainnya
Nah, kalau varian Stratus, gejalanya lebih sering berupa suara serak. Kondisi ini, yang bikin suara jadi kasar atau parau, jadi salah satu ciri utama infeksi varian Stratus. Pasien sering melaporkan perubahan pada kualitas suara mereka, mulai dari susah ngomong jelas sampai kehilangan suara sama sekali.
“Suara serak itu gejala yang cukup spesifik untuk varian Stratus,” kata Dr. Agung Pratama, seorang spesialis THT di Surabaya. “Meskipun gejala ini juga bisa disebabkan oleh hal lain, seperti laringitis atau karena terlalu banyak menggunakan suara, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan infeksi COVID-19, apalagi kalau ada gejala lain yang menyertai.”
Selain suara serak, pasien yang terinfeksi varian Stratus juga melaporkan gejala umum COVID-19 lainnya, seperti batuk kering, sakit tenggorokan ringan, demam, nyeri otot, dan kelelahan. Penting untuk diingat, belum ada bukti yang menunjukkan kalau varian Stratus menyebabkan gejala yang lebih parah dari varian COVID-19 lainnya. Tapi, tetap saja kita harus waspada. Kalau mengalami gejala-gejala ini, sebaiknya segera konsultasi ke dokter dan melakukan tes COVID-19 untuk memastikan.
Meskipun penelitian terus berlanjut untuk memahami lebih dalam tentang varian Stratus dan Nimbus, dengan memahami perbedaan gejalanya, kita bisa mendeteksi lebih cepat dan mengambil tindakan yang tepat. Ini akan membantu meminimalkan penyebaran virus dan melindungi kesehatan kita semua. Data terbaru menunjukkan bahwa vaksinasi tetap jadi cara penting untuk melindungi diri dari gejala parah akibat varian COVID-19, termasuk Stratus dan Nimbus. Pemantauan yang berkelanjutan dan kerja sama global tetap penting untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh varian virus yang terus berkembang. ***