Kisah Wendi, Hidup di Bawah Jembatan dan Saksi Bisu Ciliwung
Kisah Wendi, Hidup di Bawah Jembatan dan Saksi Bisu Ciliwung

Kisah Wendi, Hidup di Bawah Jembatan dan Saksi Bisu Ciliwung

Sajikabar – Wendi, dengan wajahnya yang menyimpan pahit getir kehidupan, sudah lebih dari sepuluh tahun menjadikan kolong Jembatan Pasar Rumput sebagai rumahnya. Setiap hari, di tengah bising kendaraan dan denyut nadi Jakarta yang tak pernah berhenti, ia mencari nafkah sebagai pemulung. Lebih dari sekadar tempat mencari rezeki, kolong jembatan ini menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya, drama yang terjadi di sekitar aliran Kali Ciliwung yang keruh.

Kehidupan di Kolong Jembatan

Alasan Memilih Kolong Jembatan

Jangan bayangkan kolong jembatan adalah pilihan ideal. Bagi Wendi, ini adalah soal perut yang harus diisi. Penghasilannya sebagai pemulung, sekitar 80 ribu sehari, jelas tak cukup untuk mengontrak rumah, walau sekadar petak sempit. “Uang segitu mah, buat makan aja pas-pasan. Buat tempat tinggal, ya, numpang di sini,” ujarnya dengan nada bicara yang menggambarkan kepasrahannya. Untungnya, ia bertemu Amor, teman lama dari Depok. Amor mengajak Wendi tinggal bersama mertuanya di kolong jembatan. Tawaran itu bak oase di gurun pasir, mengingat sebelumnya Wendi sering tidur di emperan toko, penuh risiko dan ketidakpastian.

Keseharian Wendi Sebagai Pemulung

Mentari belum lagi menampakkan diri, Wendi sudah bangun. Karung lusuh dan pengait sederhana menemaninya menyusuri jalanan Pasar Rumput dan sekitarnya. Botol plastik, kardus bekas, rongsokan besi – itulah harta karun yang ia buru. Panas menyengat, hujan deras, sudah jadi teman sehari-hari. “Namanya juga cari rezeki, ya harus kuat. Panas hujan dilawan,” katanya sambil mengusap peluh di kening. Hasil jerih payahnya kemudian dijual ke pengepul, satu-satunya sumber penghidupan bagi Wendi dan Amor.

Saksi Bisu Ciliwung

Pengalaman Menemukan Mayat di Kali Ciliwung

Selama tinggal di sana, Wendi sudah kenyang menyaksikan kejadian-kejadian pilu di Kali Ciliwung. Yang paling membekas? Saat ia menemukan mayat bayi di dekat pintu air Manggarai. “Masih di dalam kantong plastik. Kata orang-orang, bayinya baru meninggal dicekik,” tuturnya dengan wajah nanar. Bukan hanya itu, beberapa kali ia menemukan mayat orang dewasa mengambang di sungai. Anehnya, Wendi memilih bungkam, daripada melapor ke polisi. “Kalau jadi saksi, malah ribet. Mending cari uang aja,” akunya.

Menyaksikan Tawuran dan Warga Terjatuh

Selain mayat, Wendi juga sering melihat tawuran antar warga yang kerap terjadi di sekitar kolong jembatan. Jika sudah begitu, ia langsung mencari tempat aman untuk bersembunyi. “Kalau ada tawuran, saya langsung ngacir. Takut,” katanya. Ia juga beberapa kali menyaksikan warga tercebur ke Kali Ciliwung dan terseret arus. “Ada yang selamat karena bisa berenang, ada juga yang hilang,” tambahnya. Kondisi kolong jembatan yang licin dan tanpa pengaman juga sering membuat pemulung lain celaka.

Keamanan dan Risiko

Keuntungan Tinggal di Kolong Jembatan

Meski penuh bahaya, Wendi mengakui ada untungnya tinggal di kolong jembatan. Atap jembatan melindunginya dari sengatan matahari dan guyuran hujan. Selain itu, tempat tinggalnya relatif aman dari kejahatan. “Dulu saya pernah kecopetan waktu tidur di halte bus. Barang-barang saya hilang semua. Kalau di sini, alhamdulillah aman,” jelasnya.

Risiko dan Bahaya yang Dihadapi

Namun, risiko dan bahaya tetap mengintai. Selain potensi jatuh ke Kali Ciliwung, Wendi juga harus menghadapi banjir, penyakit kulit akibat sanitasi buruk, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Bau busuk dari Kali Ciliwung dan serangan nyamuk menjadi tantangan sehari-hari. “Ya, mau gimana lagi. Ini sudah jadi pilihan hidup saya,” ujarnya dengan nada pasrah.

Kisah Wendi adalah secuil potret kehidupan di Jakarta, tempat kesenjangan ekonomi memaksa sebagian warganya hidup serba kekurangan. Meski begitu, Wendi tetap berjuang mencari rezeki dengan cara yang halal. Kisahnya mengingatkan kita akan pentingnya kepedulian sosial dan upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua. Ke depan, Wendi berharap ada bantuan dari pemerintah atau pihak swasta yang bisa membantunya memiliki tempat tinggal layak dan kehidupan yang lebih sejahtera. ***

Tentang Ayu Wicaksana

Hi readers! Saya Ayu, jurnalis yang selalu curious dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Menulis berita dan melakukan investigasi adalah passion saya. Mari kita jelajahi dunia informasi bersama!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru