Sajikabar – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merasa kecolongan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang meringankan hukuman Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka menilai, seharusnya MA tidak mengutak-atik vonis yang sudah ada, karena ini bisa bikin kepercayaan publik terhadap keadilan jadi terkikis.
MAKI Kecewa Berat Putusan PK Setya Novanto
PK Kok Malah Kurangi Hukuman?
“Aduh, saya kecewa berat PK-nya Setya Novanto dikabulkan. Rasanya keadilan itu jadi kayak ketendang,” ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, dengan nada kesal. Menurutnya, pengurangan hukuman lewat PK ini jadi contoh yang enggak bagus. Seharusnya, kata Boyamin, PK itu ya cuma buat mengiyakan atau menolak permohonan, bukan malah mengurangi hukuman yang sudah ditetapkan di pengadilan sebelumnya. “Kalau hukumannya segitu, ya sudah, cukup di kasasi saja. PK itu harusnya ditolak. Enggak ada ceritanya PK mengurangi hukuman,” tegasnya kepada wartawan, Kamis (3/7/2025). Idealnya, lanjut Boyamin, kalau PK dikabulkan, ya konsekuensinya terdakwa dibebaskan karena ada bukti baru (novum) yang bikin putusan sebelumnya jadi gugur.
MA? Bukan Contoh yang Oke
Boyamin juga menyayangkan sikap MA yang dianggapnya kurang greget dalam memberantas korupsi. Seharusnya, MA itu lebih tegas, bukan malah kasih angin segar ke koruptor. “Jadi, menurut saya, MA ini makin nunjukkin kalau mereka bukan contoh yang baik. Kalau contoh yang bener ditolak, ya karena memang ideologinya begitu. Seharusnya MA lebih keras dalam memberantas korupsi,” imbuhnya. Keputusan mengurangi hukuman ini dikhawatirkan bisa bikin masyarakat jadi apatis, merasa percuma saja berjuang melawan korupsi.
MAKI Berharap Banyak dari Mahkamah Agung
Pengennya Kayak Zaman Pak Artidjo
MAKI berharap MA bisa berubah total, terutama dalam menangani kasus korupsi. Boyamin menyoroti perbedaan mencolok saat MA dipimpin Artidjo Alkostar. Dulu, koruptor malah dihukum lebih berat. “Kalau zaman Pak Artidjo itu malah ditambah hukumannya, lho! Ini kok malah dikurangi? Jomplang banget sama dulu. Ini yang bikin masyarakat makin pesimis, apa korupsi bisa diberantas, sih?” ungkapnya. Dia berharap MA bisa kembali menunjukkan ketegasannya supaya koruptor kapok.
Setya Novanto: Vonis Dikorting
Dari 15 Tahun Jadi 12,5 Tahun
Seperti yang sudah banyak diberitakan, MA mengabulkan PK Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Hasilnya, hukuman penjaranya dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun. Pengurangan ini tentu saja memicu kritik, termasuk dari MAKI, yang merasa keadilan sudah dipermainkan.
Hak Jabatan Publik Juga Dipangkas
Enggak cuma masa hukuman yang dipangkas, MA juga mengurangi hukuman tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik bagi Setya Novanto. Tadinya, hak itu dicabut selama 5 tahun setelah dia selesai menjalani pidana, tapi sekarang jadi cuma 2,5 tahun. Keputusan ini makin bikin citra MA jadi buruk di mata publik. Majelis hakim yang mengadili perkara ini dipimpin Hakim Agung Surya Jaya, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Putusan itu diketok pada 4 Juni 2025. Meski begitu, Setya Novanto tetap harus bayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar USD 7,3 juta, dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke penyidik KPK.
Sebagai catatan, kasus korupsi e-KTP ini adalah salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia yang bikin negara rugi triliunan rupiah. Keterlibatan Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR, membuatnya jadi pusat perhatian dalam proses hukum. Publik berharap pemerintah dan lembaga peradilan bisa mengambil langkah konkret untuk memberantas korupsi sampai tuntas, supaya kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan keadilan bisa pulih kembali. Dampak dari putusan PK ini akan terus dipantau, dan diharapkan bisa jadi momentum buat memperbaiki sistem peradilan di Indonesia, biar lebih transparan dan akuntabel. Sementara itu, berbagai elemen masyarakat sipil berencana untuk terus mengawal proses hukum terkait kasus korupsi lainnya dan mendorong reformasi di tubuh lembaga peradilan. ***