Mengharukan! Pasutri Ini Akhirnya Dikaruiniai Momongan Setelah 18 Tahun Menanti, Apa Rahasianya?
Mengharukan! Pasutri Ini Akhirnya Dikaruiniai Momongan Setelah 18 Tahun Menanti, Apa Rahasianya?

Mengharukan! Pasutri Ini Akhirnya Dikaruiniai Momongan Setelah 18 Tahun Menanti, Apa Rahasianya?

Sajikabar – Kabar bahagia datang dari New York! Sepasang suami istri akhirnya bisa memeluk buah hati setelah 18 tahun lamanya mendamba. Perjuangan panjang mereka berbuah manis berkat teknologi kecerdasan buatan (AI) yang ajaibnya bisa mendeteksi sperma “tersembunyi” pada sampel sperma sang suami. Sebelumnya, dokter mendiagnosis sang suami mengalami azoospermia, kondisi saat sperma tak ditemukan sama sekali. Kisah ini bagai oase di padang pasir, memberi harapan baru bagi pasangan lain yang sedang berjuang dengan masalah kesuburan.

Penantian Belasan Tahun yang Membahagiakan

Azoospermia memang jadi mimpi buruk bagi banyak pria yang ingin punya anak. Bayangkan saja, sekitar 15% pria yang tidak subur mengalami kondisi ini, bikin pembuahan alami jadi sulit banget. Selama ini, pilihannya terbatas: sperma donor atau operasi invasif untuk mencari sperma di testis. Tapi, eh, sekarang ada AI! Teknologi ini mengubah cara kita memandang dan menangani azoospermia.

Bagaimana Sih AI Bisa Mendeteksi Sperma yang “Ngumpet”?

Jadi gini, para peneliti mengembangkan sistem AI bernama STAR (Sperm Tracking and Recovery) selama lima tahun. Tujuan utamanya? Mencari sperma yang jumlahnya super sedikit atau susah banget dideteksi pakai cara biasa. “Kadang, sampel sperma terlihat normal saja. Tapi pas dilihat di bawah mikroskop, yang ada cuma serpihan sel tanpa jejak sperma,” jelas Dr. Arya Nugraha, ahli andrologi yang enggak terlibat langsung dalam pengembangan STAR, saat dihubungi via telepon.

STAR: Teknologi Pencarian Alam Semesta untuk Mencari Kehidupan

Uniknya, teknologi di sistem STAR ini asalnya dari teknologi yang dipakai buat mencari kehidupan di luar bumi! Keren, kan? Sistem ini memindai sampel sperma dengan pencitraan super detail dan menangkap jutaan gambar. Nah, algoritma AI menganalisis gambar-gambar itu buat menemukan sperma yang sehat. Bayangkan, dalam uji coba, sistem STAR bisa menemukan 44 sperma dalam satu jam, padahal embriolog sudah meneliti sampel itu selama dua hari dan nihil hasilnya!

Kelahiran Pertama Berkat Keajaiban Sistem STAR

Maret 2025 jadi bulan bersejarah. Seorang wanita bernama Rosie menjadi orang pertama yang hamil berkat bantuan teknologi STAR. Kehamilan ini jadi kado terindah buat Rosie dan suaminya setelah 18 tahun berjuang keras. Suami Rosie sebelumnya didiagnosis azoospermia, jadi peluang hamil alami sangat kecil.

Kisah Rosie dan Perjuangannya

Rosie, yang sekarang berusia 38 tahun, bilang kalau usianya sempat membuatnya cemas. “Aku merasa waktuku semakin sempit. Walaupun belum terlalu tua, kesuburanku kan sudah menurun,” ujarnya. Kabar tentang teknologi STAR bagai setetes air di gurun pasir buat mereka.

Prosesnya Simpel dan Efisien

Buat suami Rosie, prosesnya ternyata cukup simpel. Dia cuma perlu memberikan sampel sperma. Sampel itu lalu dipindai dengan sistem STAR, yang dalam waktu kurang dari satu jam berhasil menangkap lebih dari 8 juta gambar! Algoritma AI kemudian menemukan tiga sel sperma yang sehat. Sel sperma itu diekstraksi pakai robot, jadi risiko kerusakan akibat metode tradisional seperti sentrifugasi bisa diminimalkan. Proses ekstraksi ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami, tapi bisa dilakukan dalam waktu kurang dari dua jam. Sperma yang berhasil diekstraksi kemudian dipakai untuk proses bayi tabung (IVF). Beberapa hari kemudian, embrio berhasil ditransfer ke rahim Rosie. Sekarang, Rosie lagi hamil lima bulan dan merasa seperti mimpi. Diprediksi, bayi Rosie dan suaminya akan lahir Desember nanti.

Reaksi Para Ahli: Antara Skeptis dan Harapan

Walaupun sistem STAR menawarkan harapan baru, sebagian ahli di bidang reproduksi masih agak skeptis. “Ini memang menjanjikan, tapi seperti teknologi baru di dunia kedokteran, apalagi soal reproduksi, kita perlu data lebih lanjut dan penelitian yang lebih mendalam,” kata Dr. Bagus Permadi, spesialis obgyn di Jakarta.

Keraguan dan Asa di Dunia Medis

Beberapa ahli menekankan pentingnya validasi data dan penelitian lanjutan untuk memastikan efektivitas dan keamanan teknologi ini dalam jangka panjang. Tapi, kehadiran sistem STAR tetap disambut baik sebagai inovasi yang berpotensi mengubah cara kita menangani infertilitas pria.

Infertilitas Pria Meningkat di Seluruh Dunia

Pengembangan sistem STAR ini muncul di tengah meningkatnya kasus infertilitas pria secara global. Sebuah studi menunjukkan kalau jumlah sperma pada pria di negara-negara Barat menurun drastis, sekitar 52,4 persen antara tahun 1973 dan 2011. Penyebabnya masih diteliti, tapi faktor lingkungan dan gaya hidup seperti obesitas, pola makan yang buruk, dan kurangnya olahraga diduga punya peran penting.

Masa Depan Reproduksi Berbantu

Karena angka infertilitas terus naik, makin banyak pasangan yang beralih ke teknologi reproduksi berbantu seperti IVF dan sistem STAR untuk mewujudkan impian punya anak. “Dengan metode ini, banyak pria yang tadinya divonis enggak punya kesempatan punya anak biologis, sekarang punya harapan,” pungkas Dr. Arya. Walaupun masih butuh penelitian lebih lanjut, sistem STAR membuka lembaran baru dalam reproduksi berbantu dan memberi secercah harapan bagi jutaan pasangan yang berjuang melawan infertilitas. Kisah sukses Rosie dan suaminya adalah bukti nyata potensi teknologi AI dalam mewujudkan mimpi punya momongan. ***

Tentang Rafi Hakim

Halo! Saya seorang jurnalis yang passionate dengan dunia berita dan investigasi. Sudah bertahun-tahun saya menekuni profesi ini dan selalu excited untuk menghadirkan informasi terbaru yang akurat untuk kalian semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru