Sajikabar – Lulus kuliah dengan gelar sarjana, eh malah nganggur? Jangan kaget, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 memang bikin miris. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) buat lulusan D4 sampai S3 nangkring di angka 6,23 persen! Jauh lebih tinggi dari TPT nasional yang “cuma” 4,76 persen. Jadi, kenapa ya sarjana, yang seharusnya lebih “laku”, malah susah banget cari kerja?
Sarjana Kok Jadi Pengangguran? Angkanya Bikin Geleng-Geleng Kepala
TPT itu kan semacam “raport” buat kondisi pasar tenaga kerja. Nah, dari data ini kelihatan jelas kalau banyak lulusan berpendidikan tinggi yang nggak ketampung di dunia kerja. Sayang banget, kan? Padahal, biaya kuliah itu nggak murah, baik buat kita sendiri maupun buat negara. Ini juga bisa jadi sinyal ada yang nggak beres antara apa yang dipelajari di kampus dengan apa yang dicari perusahaan. Atau, jangan-jangan ada masalah yang lebih gede lagi? BPS kasih tahu, pengangguran bukan cuma masalah buat lulusan SMA/SMK, tapi juga buat sarjana yang seharusnya jadi mesin penggerak ekonomi. Terus, akar masalahnya di mana, dong?
Kata Anggota DPR: Ini PR Buat Semua!
Reni Astuti, anggota Komisi X DPR RI, langsung angkat bicara soal angka pengangguran sarjana yang tinggi ini. Menurutnya, ini PR besar yang harus segera diselesaikan bareng-bareng. “Kuliah sekarang susah, lulus juga susah, eh nyari kerja malah lebih susah lagi! Ini tantangan buat kementerian dan semua jajarannya,” ujarnya dalam rapat Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), yang videonya bisa dilihat di Youtube TVR Parlemen pada Rabu, 2 Juli 2025. Reni juga prihatin, kondisi ekonomi yang berat bikin banyak keluarga kesulitan biayai kuliah. Eh, giliran lulus, malah susah dapat kerja. Kan ironis!
Yang Nggak Bisa Kuliah, Gimana Dong?
Karena sadar nggak semua siswa bisa lanjut kuliah, Reni Astuti kasih saran buat pemerintah: kasih pelatihan keterampilan! Biar siswa yang nggak kuliah punya bekal yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, jadi lebih gampang cari kerja. Reni juga mencontohkan Wakil Menteri Diktisaintek, Stella Christie, yang jago banget soal riset. Siswa-siswa berprestasi kayak Stella ini harus didukung biar potensinya berkembang maksimal. “Ada yang kayak Prof Stella yang punya kemampuan riset penelitian luar biasa sehingga bisa diproyeksikan menjadi profesor,” kata Reni. Dia juga nanya, apakah Kemendiktisaintek punya rencana terkait bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia sampai tahun 2045?
Kata Menteri Diktisaintek: Bukan Cuma Soal Skill!
Menteri Diktisaintek, Brian, nggak menampik kalau angka pengangguran lulusan perguruan tinggi masih tinggi. Tapi, dia bilang masalahnya nggak cuma soal kurangnya keterampilan. Ada faktor lain yang ikut andil, yaitu deindustrialisasi di Indonesia, terutama di sektor manufaktur. “Sebenarnya ada korelasi penambahan angka pengangguran. Artinya, tidak serta merta tidak siap lulusan kita untuk bekerja. Sangat mungkin juga terjadi industri yang tidak siap ketika lulusan kita ada, daya serapnya tidak ada,” jelas Brian. Buktinya? Banyak pabrik tutup dan terjadi PHK di mana-mana.
Deindustrialisasi: Pabrik Tutup, Lapangan Kerja Hilang?
Deindustrialisasi, atau merosotnya peran industri dalam perekonomian, bisa bikin lapangan kerja berkurang drastis. Kalau banyak pabrik tutup atau produksinya dikurangi, ya lowongan kerja juga ikut menyusut. Akibatnya, sarjana, meskipun punya skill yang oke, jadi susah cari kerja yang sesuai dengan keahliannya. Bahkan, deindustrialisasi bisa bikin pekerja pindah dari sektor industri ke sektor lain, kayak sektor jasa atau informal, yang seringkali gajinya kecil dan kondisinya kurang bagus.
Langkah Kemendiktisaintek Buat Tekan Angka Pengangguran
Buat ngatasi masalah pengangguran sarjana, Kemendiktisaintek lagi gencar menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk industri dan kementerian/lembaga lain. Salah satu fokus utamanya adalah hilirisasi produk-produk riset. Maksudnya, mengolah bahan mentah jadi produk jadi yang punya nilai jual lebih tinggi. “Kita bekerja sama dengan berbagai pihak, berbagai kementerian, berbagai BUMN, untuk melakukan hilirisasi produk-produk riset sehingga bisa menghasilkan industri baru, ekonomi yang lebih banyak, di samping industri yang sudah ada,” pungkas Brian. Dengan mengembangkan industri baru lewat hilirisasi riset, diharapkan bisa tercipta lapangan kerja baru buat para sarjana.
Selain itu, Kemendiktisaintek juga lagi berusaha menyelaraskan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri, meningkatkan kualitas pendidikan vokasi, dan memberikan pelatihan keterampilan tambahan buat mahasiswa. Pemerintah juga lagi mendorong mahasiswa dan lulusan buat jadi pengusaha, biar mereka bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Dengan usaha yang komprehensif ini, diharapkan angka pengangguran sarjana bisa ditekan dan para lulusan bisa berkontribusi maksimal buat pembangunan ekonomi Indonesia. Memang berat, tapi dengan kerja keras dan dukungan dari semua pihak, masa depan cerah buat sarjana Indonesia bukan cuma mimpi! ***