Sejarah Panjang Jakarta, Dulu Namanya Bukan Itu!
Sejarah Panjang Jakarta, Dulu Namanya Bukan Itu!

Sejarah Panjang Jakarta, Dulu Namanya Bukan Itu!

Sajikabar – Jakarta, sang ibu kota negara, punya cerita panjang yang menarik untuk diulik. Lebih dari sekadar pusat pemerintahan dan ekonomi, kota ini menyimpan sejarah yang kaya, termasuk soal nama yang beberapa kali berganti seiring zaman. Jauh sebelum gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, wilayah ini sudah mengalami berbagai transformasi nama yang mencerminkan perubahan kekuasaan, budaya, dan dinamika sosial.

Dari Mana Asal Nama Jakarta?

Sunda Kelapa: Awal Mula Sebuah Pelabuhan

Nama pertama yang tercatat dalam sejarah Jakarta adalah Sunda Kelapa. Bukan sekadar nama tempat, sebutan ini mencerminkan peradaban Kerajaan Sunda yang pernah berkuasa di sini. Sunda Kelapa dikenal sebagai pelabuhan penting yang ramai dikunjungi pedagang asing untuk bertukar rempah dan hasil bumi. Seperti yang pernah dikatakan sejarawan Dr. Uka Tjandrasasmita, “Sunda Kelapa itu bandar niaga yang ramai oleh pedagang dari berbagai negara.”

Bukti keberadaan Sunda Kelapa juga bisa dilihat dari penemuan padrao, prasasti batu yang menandai perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis di tahun 1522. Perjanjian itu mengizinkan Portugis membangun benteng dan kantor dagang di Kalapa. Padrao jadi saksi bisu interaksi awal antara bangsa Eropa dan penguasa lokal di tanah Jawa, tepatnya perjanjian yang dibuat pada 21 Agustus.

Jayakarta: Simbol Kemenangan dan Harapan Baru

Peristiwa penting terjadi pada 22 Juni 1527. Pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon, di bawah komando Fatahillah, berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Kemenangan ini bukan hanya mengakhiri dominasi asing, tapi juga menandai babak baru bagi kota ini.

Sebagai simbol kemenangan dan harapan baru, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti “kemenangan yang sempurna” atau “kota kemenangan”. Nama baru ini mencerminkan semangat kemerdekaan dan keinginan membangun kota yang makmur dan berdaulat. Sekarang, setiap tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta, untuk mengenang momen bersejarah itu. Kata seorang tokoh masyarakat Jakarta, “Jayakarta itu simbol perlawanan dan semangat kemerdekaan.”

Jacatra: Versi Eropa dari Jayakarta

Waktu terus berjalan, dan nama Jayakarta pun mengalami perubahan, terutama dalam pengucapan dan penulisan oleh bangsa Eropa. Orang Portugis mulai menyebutnya Jacatra, yang merupakan adaptasi dari nama aslinya. Bangsa Belanda yang mulai berdatangan dan berdagang juga menggunakan nama Jacatra dalam catatan mereka.

Walaupun ada sedikit perbedaan penyebutan, Jacatra tetap merujuk pada kota yang sama, yang dulunya Sunda Kelapa dan kemudian menjadi Jayakarta. Nama ini terus dipakai sampai masa pemerintahan Tubagus Angke.

Batavia: Era Kolonial Dimulai

Sejarah Jakarta kembali berubah ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, semakin kuat pengaruhnya. VOC menjalin kerja sama dagang dengan Pangeran Wijayakrama, penguasa Jayakarta saat itu, dan diizinkan membuka kantor perwakilan. Tapi, ambisi VOC lebih dari sekadar berdagang.

Pada 30 Mei 1619, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen merebut Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Nama ini diambil dari suku Bataaf, yang dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda. Perubahan nama ini mencerminkan ambisi kolonial Belanda untuk menguasai dan mengubah identitas kota tersebut. Seorang peneliti sejarah dari Universitas Indonesia pernah berkata, “Batavia itu simbol kekuasaan kolonial dan penindasan.”

Kebijakan penggantian nama ini sempat ditolak oleh De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC. Dewan 17 meminta agar nama yang digunakan adalah Batavia, sesuai dengan nama nenek moyang bangsa Belanda, yaitu bangsa Bataaf. Selama penjajahan Belanda, Batavia menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan VOC, serta menjadi salah satu kota terbesar dan terpenting di Hindia Belanda.

Djakarta: Jejak Pendudukan Jepang

Setelah berabad-abad dijajah Belanda, Indonesia akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945. Tapi, perjuangan mempertahankan kemerdekaan masih terus berlanjut, termasuk di Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Djakarta, dengan ejaan lama.

Perubahan ini adalah bagian dari upaya Jepang menghapus pengaruh kolonial Belanda dan menggantinya dengan identitas yang lebih berorientasi pada Asia. Meski begitu, perubahan ini tidak sepenuhnya menghilangkan jejak sejarah panjang kota ini. Ejaan nama kota ini berlaku dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1972.

Jakarta: Nama yang Kita Kenal Sekarang

Setelah melewati berbagai perubahan nama dan periode sejarah yang panjang, akhirnya pada tahun 1972, nama Djakarta resmi diubah menjadi Jakarta, sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Perubahan ini dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Mashuri.

Perubahan ini menandai upaya untuk menyeragamkan ejaan bahasa Indonesia dan menghilangkan pengaruh bahasa asing dalam penamaan kota. Jakarta kemudian menjadi nama resmi dan permanen bagi ibu kota negara Indonesia, yang terus berkembang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya yang modern.

Sejarah panjang Jakarta mencerminkan perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan membangun identitas nasional. Dari Sunda Kelapa hingga Jakarta, setiap nama punya makna dan cerita tersendiri yang membentuk karakter kota ini. Sampai sekarang, Jakarta terus berbenah dan berkembang menjadi kota metropolitan yang modern, tapi tetap tidak melupakan akar sejarahnya yang kaya dan beragam. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya melestarikan cagar budaya dan situs-situs bersejarah sebagai bagian dari upaya menjaga identitas kota. ***

Tentang Yoga Prasetya

Perkenalkan, saya seorang wartawan yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik. Saya percaya bahwa informasi yang benar dan tepat waktu adalah hak setiap orang. Yuk, ikuti tulisan saya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Berita Terbaru