Sajikabar – Singkong dan tapioka lokal harus jadi primadona di negeri sendiri? Begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kepada Presiden Prabowo Subianto. Beliau melaporkan soal impor singkong dan tapioka yang membanjiri pasar, membuat petani lokal gigit jari. Presiden pun langsung merespon dengan instruksi tegas: lindungi petani! Pemerintah pun bergerak cepat menyiapkan strategi khusus untuk mewujudkan arahan tersebut.
Upaya Pemerintah Lindungi Petani Singkong
Arahan Presiden dan Tindak Lanjut
Perlindungan petani singkong dan tapioka lokal jadi bahasan utama dalam rapat terbatas yang melibatkan sejumlah menteri. “Keputusannya jelas, kami sudah lapor ke Bapak Presiden. Beliau bilang, lindungi petani dengan cara apapun,” kata Menteri Amran usai rapat di DPR RI, Senin (7/7/2025).
Sebagai langkah nyata, Menteri Amran langsung tancap gas koordinasi dengan Menko Pangan Zulkifli Hasan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Hasilnya? Beberapa opsi kebijakan sedang disiapkan pemerintah.
Kebijakan Pengendalian Impor Singkong dan Tapioka
Salah satu kunci melindungi petani singkong adalah mengatur impor. Pemerintah saat ini mempertimbangkan dua opsi utama: “Ada dua kemungkinan yang sedang dipertimbangkan, yaitu tarif atau lartas (larangan terbatas),” jelas Menteri Amran.
Lartas akan membatasi jumlah singkong dan tapioka yang boleh masuk, sementara tarif akan membuat produk impor lebih mahal, harapannya singkong lokal jadi lebih menarik. Kombinasi keduanya? Bisa jadi!
Dorong Hilirisasi Produk Turunan Singkong
Selain membatasi impor, pemerintah juga ingin meningkatkan nilai jual singkong dengan program hilirisasi. Dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Menteri Amran menjelaskan rencana untuk menggenjot produksi produk olahan singkong. Tujuannya jelas, meningkatkan pendapatan petani dan menambah devisa negara.
“Kami sudah bersurat khusus soal singkong ke Menteri Kehutanan, kita kawal. Ekspor sudah ada peminatnya, dan kita akan hilirisasi. Kemudian kita bikin lartas, nggak boleh petani sendiri dibiarkan impor mengalir. Tapi yang punya singkong di negara lain juga orang Indonesia sendiri, yang akhirnya memukul petani kita,” ungkapnya. Dengan nilai tambah, singkong diharapkan lebih dilirik industri dan pasar ekspor.
Rencana Pengenaan Pajak Impor Singkong-Tapioka
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso juga sempat menyampaikan rencana untuk mengenakan bea masuk impor singkong dan tapioka. Tujuannya sama, menekan impor komoditas tersebut.
“Masih nunggu rakor Kemenko Perekonomian. Dulu kan salah satu solusinya dikenakan tarif bea masuk, tapi kan belum diputuskan,” ujarnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Rencana ini masih menunggu lampu hijau dari rapat koordinasi dengan Kemenko Perekonomian.
Akar Masalah Anjloknya Harga Singkong
Pasokan Melimpah dan Serapan Pabrik Tapioka yang Rendah
Masalah singkong ini bermula dari keluhan petani yang merugi karena harga jual anjlok. Penyebabnya? Pasokan singkong terlalu banyak, tapi pabrik tapioka tidak mampu menyerap semuanya.
Kondisi ini diperburuk karena pabrik tapioka kesulitan menjual hasil produksinya. Mereka lebih memilih tapioka impor yang lebih murah.
Tapioka Impor Lebih Murah Jadi Penyebab
Harga jadi penentu utama. Tapioka impor, terutama dari negara produsen utama, seringkali lebih murah dari tapioka lokal. Wajar jika industri lebih memilih impor untuk menekan biaya produksi.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal pernah mengungkap fakta pahit, 250 ribu ton tapioka Lampung tidak terserap industri dalam negeri. Ini akibat langsung serbuan tapioka impor yang harganya bikin geleng-geleng kepala.
Dampak Bagi Petani dan Produsen Tapioka
Kondisi ini memberikan efek domino negatif bagi seluruh rantai pasok singkong dan tapioka. Produsen tapioka kesulitan menjual produk, akhirnya terpaksa mengurangi produksi, bahkan berhenti beroperasi. Permintaan singkong dari petani pun ikut terjun bebas.
“Masalah utama pengusaha, harga tidak kompetitif dengan tepung tapioka impor yang jauh lebih murah. Mereka produksi per kg 6.000. Tepung tapioka impor Rp 5.200/kg dan tidak kena pajak, tidak pernah kena pajak,” jelasnya dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (25/6/2025). Harga impor yang lebih murah ini mengancam keberlangsungan bisnis produsen tapioka lokal.
Imbasnya langsung dirasakan petani singkong. Permintaan dari pabrik tapioka berkurang, harga singkong di tingkat petani pun jatuh. Banyak petani merugi karena biaya produksi lebih besar dari hasil penjualan. Jika dibiarkan, banyak petani bisa beralih ke komoditas lain, mengancam ketahanan pangan nasional. Pemerintah terus berupaya mencari solusi jangka panjang, termasuk mendorong ekspor singkong dan olahannya, serta memberikan insentif kepada industri yang menggunakan singkong lokal. Harapannya, petani singkong dan produsen tapioka bisa bangkit kembali dan berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. ***