Sajikabar – Miliaran rupiah ditemukan menggegerkan di rumah seorang pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut). KPK langsung bergerak cepat menyelidiki dari mana uang itu berasal. Dugaan sementara, duit haram ini berkaitan erat dengan kasus korupsi proyek jalan di Mandailing Natal, Sumut. Penemuan ini jelas jadi amunisi baru bagi KPK untuk memberantas korupsi di sektor infrastruktur.
Rumah Kadis PUPR Sumut Digeledah, Uang Tunai Jadi Sorotan
Beberapa waktu lalu, rumah Topan Ginting (TOP), Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sumut yang sedang tidak aktif, didatangi tim KPK. Hasilnya? Sungguh mencengangkan! Petugas menemukan tumpukan uang tunai senilai Rp 2,8 miliar. Uang itu tidak hanya satu jenis pecahan, tapi berbagai macam, dan disembunyikan di beberapa tempat di dalam rumah.
“Ditemukan uang cash sejumlah 28 pak dengan nilai total Rp 2,8 miliar,” bisik seorang sumber internal KPK. Tentu saja, temuan ini bak oase di gurun pasir bagi penyidik yang tengah berupaya membongkar jaringan korupsi yang diduga melibatkan banyak pejabat di Dinas PUPR Sumut.
Tak hanya uang, penggeledahan juga menemukan “bonus” lain yang tak kalah mengejutkan: dua pucuk senjata api beserta amunisinya. Hal ini makin memperumit kasus dan menimbulkan pertanyaan besar: apakah Topan Ginting punya izin untuk kepemilikan senjata api tersebut?
KPK Usut Tuntas Asal-Usul dan Aliran Dana
KPK tidak mau berhenti hanya pada temuan uang dan senjata. Lembaga antirasuah ini tengah bekerja keras melacak dari mana miliaran rupiah itu berasal, dan ke mana saja uang itu mengalir. Fokus utama penyelidikan adalah proyek-proyek infrastruktur yang dikelola Dinas PUPR Sumut, terutama proyek jalan di Mandailing Natal.
“Tentunya semua akan didalami baik asal-muasal dari uang tersebut ataupun uang tersebut nanti akan dialirkan ke mana,” tegas Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat memberikan keterangan pers. Ia juga menambahkan bahwa KPK akan terus melakukan penggeledahan di tempat-tempat lain yang diduga terkait dengan kasus ini demi mengumpulkan bukti-bukti yang lebih kuat.
Penyidik punya dugaan kuat bahwa uang tersebut adalah hasil suap atau gratifikasi yang diterima Topan Ginting dari pihak swasta yang terlibat dalam proyek jalan. Melacak aliran dana ini menjadi kunci untuk membuka tabir dan menyeret pihak-pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi ini.
Senjata Api Ikut Jadi Barang Bukti
Selain uang tunai, dua pucuk senjata api yang ditemukan di rumah Kadis PUPR juga menjadi perhatian serius. KPK sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menyelidiki legalitas kepemilikan senjata api tersebut. Diketahui, senjata yang ditemukan adalah pistol baretta dengan 7 butir amunisi dan senapan angin dengan sejumlah amunisi air gun.
“Untuk jenisnya yang pertama pistol baretta dengan amunisi 7 butir dan jenis kedua senapan angin dengan jumlah amunisi air gun, sejumlah 2 pax,” urai Budi Prasetyo.
Kerja sama dengan kepolisian ini penting untuk memastikan apakah senjata api itu punya izin resmi dan digunakan sesuai aturan hukum yang berlaku. Jika ternyata ilegal, maka pemiliknya bisa dijerat pidana sesuai Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Siapa Saja yang Jadi Tersangka?
Dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan di Mandailing Natal ini, KPK sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka berasal dari kalangan pejabat pemerintah dan pihak swasta.
Berikut daftar nama-nama tersangka yang telah diumumkan KPK:
* Topan Ginting (TOP), Kadis PUPR Provinsi Sumut
* Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
* Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
* M Akhirun Pilang (KIR), Direktur PT DNG
* M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN
Penetapan status tersangka ini bukan tanpa alasan. KPK punya bukti permulaan yang cukup kuat yang mengindikasikan bahwa kelimanya terlibat dalam praktik korupsi proyek jalan tersebut.
Dugaan Setoran Rp 8 Miliar untuk Pejabat PUPR
KPK menduga Topan Ginting dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar oleh pihak swasta yang memenangkan proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar itu. Modusnya? Mengatur perusahaan swasta pemenang lelang agar bisa mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
“KPK menduga Akhirun dan Rayhan telah menarik duit Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan ke pejabat yang membantu mereka mendapat proyek,” ungkap sumber di KPK. Dana sebesar Rp 2 miliar ini diduga merupakan bagian dari fee yang dijanjikan, yang rencananya akan dibagi-bagikan kepada para pejabat yang membantu melancarkan proyek jalan tersebut.
Kasus ini menjadi tamparan keras dan pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek infrastruktur pemerintah. KPK berjanji akan terus memberantas korupsi di sektor ini demi mewujudkan pembangunan yang bersih dan akuntabel. Penyelidikan masih terus berjalan untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara. Masyarakat tentu berharap keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya. ***