Sajikabar – Kasus dugaan malpraktik yang melibatkan seorang dokter senior di RSCM kini memasuki babak baru. Majelis Disiplin Profesi (MDP) turun tangan melakukan pemeriksaan intensif setelah menerima aduan. Kasus ini bermula dari curhatan orang tua pasien anak yang merasa ada yang janggal dalam penanganan medis hingga menyebabkan komplikasi serius.
Proses Pemeriksaan oleh Majelis Disiplin Profesi
Tahap Awal Penyelidikan
MDP langsung bergerak cepat melakukan serangkaian pemeriksaan terkait dugaan malpraktik yang dilakukan seorang dokter senior di RSCM. Langkah ini diambil setelah MDP menerima aduan resmi dari keluarga pasien yang merasa dirugikan. Ketua MDP mengkonfirmasi bahwa tim pemeriksa sudah dibentuk dan langsung bekerja.
“Tahap awal ini fokus pada pengumpulan bukti dan keterangan dari semua pihak yang terkait,” ungkap sumber internal MDP yang enggan disebutkan namanya. “Tujuannya jelas, kami ingin memastikan apakah semua prosedur medis yang dilakukan sudah sesuai dengan standar profesi kedokteran.”
Proses ini mencakup mempelajari rekam medis pasien secara detail, mewawancarai dokter yang bersangkutan, dan mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi yang relevan. MDP berjanji akan melakukan pemeriksaan secara transparan dan seobjektif mungkin demi keadilan bagi semua pihak.
Agenda Pemeriksaan Selanjutnya
Pemeriksaan kasus ini tidak berhenti di tahap awal. MDP sudah menyusun agenda pemeriksaan lanjutan yang akan melibatkan lebih banyak saksi ahli dan penelaahan dokumen medis yang lebih mendalam. Rencananya, pemeriksaan lanjutan ini akan menggali lebih dalam kronologi kejadian dan mencari tahu apakah ada indikasi pelanggaran etika profesi atau kelalaian medis.
“Kami akan memanggil saksi ahli dari berbagai bidang, termasuk spesialis anak, ahli anestesi, dan ahli hukum kesehatan,” jelas salah satu anggota tim pemeriksa MDP. “Kami ingin mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai kasus ini dari berbagai sudut pandang.”
Selain itu, MDP juga berencana melakukan semacam simulasi prosedur medis yang dilakukan pada pasien anak. Simulasi ini diharapkan membantu tim pemeriksa lebih memahami bagaimana tindakan medis dilakukan dan apakah ada potensi kesalahan dalam pelaksanaannya. Pemeriksaan akan terus berlanjut hingga ditemukan bukti yang cukup untuk menentukan apakah benar terjadi malpraktik.
Target Waktu Penyelesaian Kasus
MDP menargetkan kasus ini selesai dalam waktu yang relatif singkat, sesuai dengan aturan Menteri Kesehatan yang berlaku. Ketua MDP mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan kasus ini secepatnya, namun tetap mengedepankan kehati-hatian dan keadilan.
“Sesuai aturan, kami punya waktu maksimal 60 hari untuk menyelesaikan kasus ini,” kata Ketua MDP. “Jika dalam waktu itu pemeriksaan belum selesai, tim pemeriksa akan diganti.”
Target waktu ini menjadi tantangan tersendiri bagi MDP, mengingat kompleksitas kasus dan banyaknya pihak yang terlibat. Meski begitu, MDP berkomitmen untuk bekerja efisien dan efektif agar kasus ini bisa diselesaikan dengan tuntas dan adil. Mereka juga berjanji akan terus memberikan informasi terbaru mengenai perkembangan kasus ini kepada publik secara berkala.
Kronologi Dugaan Malpraktik
Awal Mula Keluhan
Kasus ini bermula ketika seorang anak, sebut saja J, yang belum genap berusia satu tahun, dibawa orang tuanya ke dokter karena kesulitan makan MPASI pada 28 Agustus 2024. Orang tua J, Adam Harits, merasa khawatir karena anaknya menolak makanan padat dan hanya mau minum ASI.
“Awalnya kami kira cuma masalah selera makan,” kata Adam. “Tapi lama-lama kok kayak ada yang aneh, J makin susah makan.”
Setelah konsultasi dengan dokter umum, J disarankan untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis anak. Dari pemeriksaan awal, dokter menduga ada masalah pada sistem pencernaan J.
Rujukan ke Dokter Senior RSCM
Setelah berbagai pemeriksaan, J dirujuk ke dokter spesialis rehabilitasi medik pada 11 Oktober 2024. Dokter ini kemudian merujuk J ke dokter spesialis THT karena melihat adanya indikasi masalah di tenggorokan J. Hasil pemeriksaan THT menunjukkan adanya bintik-bintik di tenggorokan J atau yang dikenal dengan istilah cobblestone appearance.
“Dokter THT menduga bintik-bintik itu bisa jadi penyebab J susah nelan,” jelas Adam. “Dokter lalu menyarankan kami konsultasi ke dokter senior di RSCM yang punya keahlian khusus di bidang ini.”
Rujukan ke dokter senior di RSCM inilah yang kemudian menjadi awal mula serangkaian kejadian yang berujung pada dugaan malpraktik.
Rekomendasi dan Pelaksanaan Endoskopi
Setelah berkonsultasi dengan dokter senior di RSCM pada 23 Oktober 2024, dokter tersebut langsung merekomendasikan tindakan endoskopi tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Adam merasa keberatan karena J masih sangat kecil dan belum genap satu tahun.
“Saya merasa aneh, kok dokter langsung rekomendasikan endoskopi tanpa periksa J dengan teliti,” ujar Adam. “Saya khawatir endoskopi malah bahaya buat anak saya.”
Meski ragu, Adam akhirnya menyetujui tindakan endoskopi karena dokter senior meyakinkan bahwa tindakan itu aman dan perlu segera dilakukan. Tindakan endoskopi kemudian dilakukan oleh dokter senior tersebut.
Perdebatan Orang Tua Pasien dan Dokter
Setelah endoskopi dilakukan, J mengalami komplikasi serius. Adam menduga komplikasi ini disebabkan oleh kesalahan prosedur endoskopi yang dilakukan dokter senior. Perdebatan pun terjadi antara Adam dan dokter senior terkait penyebab komplikasi yang dialami J.
“Saya merasa dokter tidak bertanggung jawab atas komplikasi yang dialami anak saya,” kata Adam dengan nada kesal. “Saya menduga dokter melakukan kelalaian dalam tindakan medis.”
Dokter senior membantah tuduhan Adam dan mengatakan bahwa komplikasi yang dialami J adalah risiko yang tak terhindarkan dalam tindakan endoskopi. Namun, Adam tidak menerima penjelasan itu dan memutuskan untuk mengajukan aduan ke Majelis Disiplin Profesi (MDP) agar kasus ini diusut tuntas. Kini, kasus ini tengah memasuki babak baru dengan pemeriksaan intensif oleh MDP. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan apakah dugaan malpraktik terbukti dan tindakan apa yang akan diambil selanjutnya. ***